Secara garis besar, menurut Chairul Saleh, pekerjaan yang bersifat administratif dan berulang lebih rentan hilang dengan adanya perkembangan teknologi yang kian masif.
“Yang jelas pertama, pekerja yang sifatnya rutin dan berulang gitu ya. Terus kemudian sifatnya administratif gitu. Itu sudah pasti akan tergantikan, karena semua sudah bisa terbaca oleh algoritma,” kata Chairul saat Media Briefing: Perkembangan Kebijakan Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM, di Jakarta, Rabu.12/6
Ia memberikan contoh profesi pengemudi atau driver yang kemungkinan dapat tergantikan dengan adanya inovasi autopilot dalam kendaraan listrik (EV). Dalam hal ini, Chairul memberikan contoh perusahaan Tesla yang sudah menyematkan teknologi navigasi otomasi dalam unit EV miliknya.
Adapun berdasarkan data World Economic Forum, beberapa bidang pekerjaan yang terancam hilang meliputi data entry, administrative, executive secretary, accounting, clerk, assembly workers, business services, administration manager, client information and customer service, general and operation manager, mechanic and machinery, dan headliner.
Guna mengantisipasi ketertinggalan tersebut, Chairul menjelaskan perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengoperasikan teknologi.
“Tesla misalnya, itu navigasinya sudah otomatis. Itu mungkin pekerjaan-pekerjaan driver, untuk itu besok bisa hilang, sementara manusia kan tetap ada. Tenaga kerja tetap ada untuk bisa kita harus persiapan mereka untuk shifting gitu, dari biasa dia bekerja secara konvensional dan dia bisa menerapkan teknologi itu sendiri untuk bisa di-apply di pekerjaannya,” ujarnya pula.
Dia menambahkan bahwa pekerjaan yang bergerak di bidang AI, pemrograman dan komputasi menjadi jenis pekerjaan yang akan terus berkembang ke depannya.
Beberapa bidang profesi tersebut, antara lain data analyst, AI specialist, big data specialist, digital marketing, strategy specialist, process automatization specialist, business development professional, digital transformation specialist, information security analysis, software and application developer, dan IoT specialist.
“Ini enggak bisa hindari gitu karena pemerintah sendiri kan mendapatkan benefit juga dari ekonomi digital. Di sini tadi disampaikan di awal bahwa kontribusi ekonomi digital kita juga cukup cukup besar ya untuk growth ekonomi kita,” katanya pula. Adapun ekonomi digital Indonesia saat ini baru menyumbang sekitar 4 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) negara. Angka tersebut relatif kecil jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang ekonomi digitalnya menyumbang sekitar 19 persen dari PDB.
Indonesia menargetkan ekonomi digitalnya dapat berkontribusi sebesar 18 persen dari total PDB negara pada 2030. ( wan/an)