Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas, Bawaslu Kabupaten Situbondo, Dini Meilia Meiranda menyampaikan apabila masyarakat mendapati adanya dugaan pelanggaran dalam proses coklit oleh petugas pantarlih bisa diadukan kepada pengawas.
“Masyarakat bisa langsung mengadukan, melaporkan ke Posko Kawal Hak Pilih di Bawaslu dan juga di posko di masing-masing kecamatan,” katanya setelah meluncurkan Posko Kawal Hak Pilih di Kantor Bawaslu Kabupaten Situbondo, Kamis.27/6
Dini menjelaskan bahwa Bawaslu meluncurkan Posko Kawal Hak Pilih juga serentak tersebar di 17 kecamatan dan posko tersebut sebagai komitmen Bawaslu dalam mengawal hak pilih masyarakat pada Pilkada Serentak 2024.
Ia juga berharap masyarakat yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih, namun belum terdaftar sebagai pemilih pilkada dapat menyampaikan ke posko di kecamatan.
Selama tahapan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih, lanjut Dini, Bawaslu bersama seluruh jajarannya akan juga melakukan patroli mengawal hak pilih.
Bawaslu mencatat ada 20 potensi kerawanan yang meliputi aspek ketaatan prosedur, aspek kependudukan dan aspek geografis.
Untuk aspek ketaatan prosedur, katanya, terdapat sembilan potensi kerawanan seperti halnya petugas pantarlih yang melakukan coklit tidak sesuai jadwal, tidak melakukan coklit door to door dan ada yang melakukan coklit dengan tidak menempel stiker.
Selain itu, petugas pantarlih yang tidak turun sendiri tapi meminta orang lain untuk melakukan coklit, dan ada pula potensi petugas pantarlih yang bukan warga setempat.
Untuk aspek kependudukan terdapat delapan potensi kerawanan dalam proses pencocokan dan penelitian data pemilih.
“Yakni penduduk yang direlokasi ke tempat lain tapi belum mengurus perubahan kependudukan, penduduk yang di luar negeri atau luar daerah, pemilih yang terkonsentrasi di pondok pesantren, Rutan/Lapas, apartemen dan penduduk yang meninggal tapi belum diurus surat kematiannya,” kata Dini.
Selanjutnya, penduduk yang telah memenuhi syarat memilih tapi tidak memiliki dokumen kependudukan, TNI/Polri yang telah purna tapi belum memiliki data pendukung dan warga yang beralih status menjadi TNI/Polri tapi masih masuk dalam data pemilih.
“Aspek geografis yaitu terdapat tiga potensi potensi kerawanan, yaitu kawasan yang sulit diakses seperti perumahan elit dan daerah tertutup, daerah yang tidak terjangkau seperti kepulauan serta wilayah yang warganya tidak mau menjadi pantarlih,” ujarnya. ( wan/an)