Surabaya, analisapublik- Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mempersiapkan kawasan Kota Lama yang dijadwalkan peresmiannya pada Minggu (23/6), yang diharapkan bisa menjadi salah satu wisata favorit di wilayah Provinsi Jawa Timur.

Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata Kota Surabaya (Disbudporapar) Kota Surabaya Hidayat Syah dalam keterangannya yang diterima di Surabaya, Selasa,18/6 mengatakan Kota Lama tidak sekadar mencakup satu wilayah, namun beberapa kawasan yang punya ciri khas masing-masing.

“Kawasan utara Kota Lama ini ibarat laboratorium arsitektur dunia, dimana masyarakat bisa mempelajari khas arsitektur barat dengan nuansa Kolonial dan Eropa serta negara-negara timur,” kata Hidayat.

Kawasan utara Kota Lama membentang mulai Jalan Kembang Jepun atau sisi sisi timur hingga sisi barat di Jalan Rajawali.

Tepat di antara dua lokasi itu terdapat Jembatan Merah yang membentang melintasi Sungai Kalimas.

Jembatan Merah adalah saksi peristiwa heroik Arek-arek Suroboyo ketika melawan pendudukan tentara sekutu.

Kemudian, kata dia, pada sisi barat terdapat arsitektur peninggalan kolonial yang juga sarat sejarah. Di lokasi ini pernah terjadi peristiwa pertempuran pejuang tanah air melawan sekutu dan menewaskan Jenderal AWS Mallaby.

“Peristiwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia mulai 19 Oktober 1945 sampai dengan 10 November 1945. Kawasan ini merangkai peristiwa aksi heroik kemerdekaan beserta dokumen bangunan arsitektur yang masih ada,” ujarnya.

Selanjutnya, di sisi timur Kota Lama memiliki banyak bangunan bergaya arsitektur khas Tiongkok, India, dan Arab.

Area itu juga telah ditetapkan menjadi kawasan wisata religi karena terdapat masjid dan makam Sunan Ampel.

Tak hanya itu, ada pula Langgar Gipo berusia 307 tahun, di Jalan Kalimas Udik I nomor 51 Surabaya. Kalau Masjid Ampel didirikan pada tahun 1421, maka Langgar Gipo didirikan pada 1717.

Hidayat mengatakan Langgar Gipo menjadi tempat penggemblengan santri sebelum berangkat melawan penjajah hingga menjadi markas para ulama memutuskan strategi perang melawan penjajah.

“Musala dua lantai seluas 209 meter persegi ini juga menjadi saksi sejarah pergerakan ketua umum PBNU pertama, KH Hasan Basri Sagipoddin atau Hasan Gipo. Tentu masih banyak lagi peristiwa peristiwa sejarah yang bisa kita gali di kawasan wisata Kota Lama Surabaya,” ucapnya.

Selain itu, Hidayat mengatakan peresmian kawasan Kota Lama dalam tahap akhir dan terus dimatangkan agar nantinya para wisatawan bisa merasakan kesan berbeda dari Kota Surabaya.

“Kami mempersiapkan seluruh kebutuhan masyarakat yang akan berkunjung menikmati wisata Kota Lama,” tuturnya.

Sementara, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya Irvan Wahyudrajad menyatakan terdapat tiga transportasi umum yang disiapkan untuk mengakomodasi wisatawan, yakni “Suroboyo Bus”, Trans Semanggi, dan “Wara-Wiri”.

Namun, kata dia, untuk Trans Semanggi dan “Wara-Wiri” hanya sebatas angkutan penghubung ke “Suroboyo Bus” yang menjadi satu-satu angkutan publik pemilik rute Kota Lama. ( wan/an)