Analisapublik.id – Dewan Sengketa Indonesia (DSI) Jawa Timur kembali menggelar Safari Forum Group Diskusi (FGD), kali ini menyambangi Kecamatan Rungkut, Surabaya, pada Sabtu, 26 April 2025. Tema utama yang diangkat adalah upaya optimalisasi fungsi Omah Rembug, implementasi Restorative Justice, serta penyediaan mediator pro bono bagi masyarakat.
Acara yang berlangsung meriah dan diikuti oleh sekitar 50 peserta ini merupakan wujud komitmen DSI Jawa Timur dalam memperkuat penyelesaian sengketa secara musyawarah di Kota Surabaya.
Ketua DSI Jawa Timur, Anandyo Susetyo, menekankan pentingnya peran mediator profesional bersertifikat dalam proses penyelesaian sengketa. “Kami menyediakan bantuan mediator non-hakim secara probono,” ujar Anton, sapaan akrabnya.
Sebelumnya, kegiatan serupa telah sukses dilaksanakan di Kecamatan Wonocolo pada 2 November 2024, menjangkau wilayah Surabaya Selatan.
FGD di Rungkut dibuka secara resmi oleh perwakilan Kecamatan Rungkut, Maskur SH, MH. Hadir sebagai narasumber sejumlah pakar di bidang hukum dan penyelesaian sengketa, antara lain Anandyo Susetyo, SH MH CPArb CPM CPCLE CPLi (Dewan Sengketa Indonesia Jawa Timur), AKBP Martin Luther AC Makalew SH MH CPM PL CPArb (Polda Jatim), Dr. H. Sutrisno, SH MHum (Dosen Fakultas Hukum Universitas Veteran Surabaya), dan M. Nur Rahmad, SH MH CPArb CPM CPCLE CPLi. Antusiasme warga dalam mencari solusi atas permasalahan hukum sehari-hari tampak begitu besar.
Sebagai simbolisasi ketersediaan layanan mediator pro bono, Anton menyerahkan banner barcode daftar mediator pro bono secara seremonial kepada Camat Rungkut, Maskur. Banner ini nantinya akan ditempatkan di Omah Rembug yang tersebar di enam kelurahan, yaitu Kedungbaruk, Wonorejo, Medokanayu, Rungkut Kidul, Kali Rungkut, dan Penjaringansari.
Kegiatan ini juga melibatkan berbagai stakeholder setempat, termasuk Bhabinkamtibmas, Karang Taruna, ibu PKK, perwakilan RT/RW, serta warga dari enam kelurahan di Kecamatan Rungkut. Suasana diskusi yang hangat dan partisipasi aktif warga menjadi ciri khas acara ini.
Selama sesi diskusi, banyak peserta menyampaikan keluhan terkait kompleksitas proses hukum. “Hal ini wajar mengingat minimnya pemahaman hukum dan keterbatasan kapasitas dalam menangani kasus hukum. Kami berharap, melalui kegiatan ini, masyarakat tidak lagi ragu untuk mencari pendampingan dari kami jika dibutuhkan,” pungkas Anton.