“Ini penting menjadi pelajaran, agar peristiwa yang dialami 11 PMI yang salah satunya dari Trenggalek, tidak terulang di kemudian hari,” kata Kepala Disperinaker Trenggalek, Heri Yulianto di Trenggalek, Rabu.17/7
Selain mengedukasi warga, lanjut Heri, pihaknya juga intens bersinergi dengan lintas instansi/kelembagaan guna meningkatkan intensitas sosialisasi kepada masyarakat untuk meminimalisir potensi-potensi PMI non prosedural.
Langkah pencegahan itu dilakukan agar masyarakat tidak mudah terbujuk rayu calo tenaga kerja yang tidak resmi.
“Masyarakat bisa mengakses informasi soal tenaga kerja luar negeri baik di dinas tenaga kerja daerah, provinsi maupun instansi vertikal,” katanya.
Terkait satu warga Trenggalek yang ikut terdeportasi dari negeri Timor Leste bersama 10 PMI lain asal Tulungagung, Heri memastikan pihaknya intens berkoordinasi dengan pihak terkait.
Dari informasi yang dia terima, buruh migran itu dipulangkan tanpa alasan yang jelas, serta tanpa diberikan upah setelah bekerja di sektor konstruksi sekitar dua minggu di Timor Leste.
“Mereka diantar ke Atambua (Kabupaten Belu, NTT) hingga akhirnya terlantar di Kupang. Mereka dilepas di perbatasan (Timor Leste-Indonesia) tanpa tanggung jawab pemberi kerja, tidak diberikan bekal dan upah,” imbuhnya.
Beruntung belasan warga Jawa Timur itu ditampung oleh masyarakat sekitar hingga akhirnya mendapatkan penampungan dari Dinas Sosial Provinsi NTT.
Setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah asal, belasan warga itu difasilitasi kepulangan dari NTT menuju Surabaya.
“Berangkat dari sana Senin via kapal laut, kemungkinan Rabu atau Kamis sampai Surabaya. Nanti Dinas Sosial Tulungagung menjemput dari Surabaya dan yang bersangkutan kami jemput dari Dinas Sosial Tulungagung,” katanya. ( wa/ar)