“Betul, ada diperiksa satu pengacara, kemudian dua mahasiswa, itu ketiganya memang ada hubungan kekerabatan,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.5/6
Ali menerangkan tiga saksi tersebut adalah advokat bernama Simon Petrus yang diperiksa pada hari Rabu (29/5), seorang mahasiswa bernama Hugo Ganda yang diperiksa pada hari Kamis (30/5), dan mahasiswi bernama Melita De Grave yang diperiksa pada Jumat (31/5).
Ketiga saksi tersebut diperiksa soal informasi adanya pihak yang sengaja menyembunyikan dan menutupi keberadaan Harun Masiku.
“Informasi yang didalami lebih jauh hampir semuanya sama, terkait informasi yang KPK terima mengenai keberadaan Harun Masiku yang diduga ada pihak yang mengamankan,” ujarnya.
Meski demikian Ali belum memberikan penjelasan lebih lanjut soal apa saja temuan penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut.
Untuk diketahui bahwa Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019—2024 di Komisi Pemulihan Umum (KPU) Republik Indonesia.
Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.
Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 yakni Wahyu Setiawan.
Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini tengah menjalani bebas bersyarat dari pidana 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.
KPK menjebloskan Wahyu Setiawan ke balik jeruji besi berdasarkan Putusan MA Nomor: 1857 K/ Pid.Sus/2021 juncto putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo. putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap.
Terpidana Wahyu Setiawan juga dibebani kewajiban membayar denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Wahyu juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.
Sebelumnya, amar putusan kasasi terhadap Wahyu Setiawan adalah menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok. ( wan/ar)