Analisapublik.id – Dana Pokok Pikiran (Pokir) yang merupakan aspirasi masyarakat yang disalurkan melalui Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tulungagung, sesuai aturan dan mekanismenya, untuk pembangunan Daerah.
Fungsi Pokir untuk menjembatani aspirasi masyarakat dengan program pembangunan, memastikan pembangunan lebih berorientasi pada kebutuhan publik dan menciptakan kebijakan yang lebih inklusif.
Proses pokir dimulai dari penyerapan aspirasi, penyusunan dan dimasukkan ke Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) untuk menjadi masukan dalam dokumen perencanaan pembangunan Daerah.
Kemudian, Pokir dibahas dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), dan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan anggaran untuk program dan kegiatan.
Di Tulungagung, Dana Pokir yang sudah berjalan dari Periode ke Periode berjalan aman tanpa timbul masalah hukum.
Meskipun, Pokir telah menyeret sejumlah Anggota legislatif dari Kabupaten Tulungagung ke meja hijau.
Namun, yang bermasalah hukum pada Tahun 2022 itu dikarenakan sejumlah Anggota legislatif diduga memungut fee dari Pokir Provinsi Jawa Timur, bukan dari APBD Kabupaten Tulungagung. Kasus ini telah ditangani langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan telah memvonis para terdakwa.
Saat ditemui awak media, Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung, Marsono mengatakan bahwa pemberian Pokir kepada Anggota DPRD merupakan hal yang wajar, karena merupakan hak dan kewajiban dalam menyerap aspirasi masyarakat.
Dana Pokir yang diusulkan ini rata-rata dialirkan pada konstituen Anggota Dewan di Dapil masing-masing.
Bahkan, Dana Pokir yang dianggarkan pada Tahun usulan akan terealisasi pada Tahun berikutnya. Sehingga, seorang Anggota DPRD yang telah purna atau tidak terpilih kembali, masih memiliki hak Pokir yang telah ditetapkan dalam APBD.
Marsono menjelaskan, Kalau ada pencairan di Tahun 2025, berarti itu pengajuan di Tahun 2024, saat mereka masih menjabat Anggota Dewan, ya memang begitu mekanismenya.
Bahkan, saat ditanyakan terkait apakah masih mengalir Dana Pokir usulan Ahmad Baharudin yang sudah menjadi wakil Bupati Tulungagung, Marsono mengiyakan.
“Pokir itu mengikat sebagai bentuk pertanggungjawaban Anggota DPRD terhadap konstituen, bisa saja, ketika yang bersangkutan sudah tidak menempati Jabatannya usulannya kemudian terealisasi. Karena memang demikian mekanismenya,” terangnya.
“Sementara Ebin Sunaryo Wakil Ketua DPRD pengganti Ahmad Baharudin menyampaikan bahwa usulan melalui Pokir yang terealisasi setelah Anggota legislatif purna merupakan mekanisme yang sesuai aturan.
Ebin Sunaryo, juga akan mempelajari apakah memungkinkan untuk melakukan evaluasi terhadap Pokir yang masih mengalir pada Anggota Dewan yang tidak lagi menjabat.
“Soal itu perlu dirapatkan, dipelajari dasar hukumnya karena pokir itu akan otomatis masuk dalam SIPD,” ungkapnya.
Dana Pokir yang diterima Anggota legislatif ini juga bervariasi atau tidak sama, tergantung posisi jabatannya.
Misalnya, antara Pimpinan dan Anggota biasa dana Pokir yang diusulkan nilainya juga berbeda,” pungkasnya. ( Endi S )











