“Bahan untuk membuat briket ini salah satunya dari daun kering yang rontok di area sekolah, kemudian dikumpulkan dan diolah,” kata Supriyadi.
Dia menyebut untuk membuat brikomek, per harinya membutuhkan sekitar empat kantong besar daun kering. Setelah itu, bahan dasar pembuatan arang briket akan terlebih dahulu diproses untuk menjadi pupuk kompos.
Supriyadi menyebut ide pembuatan arang briket ini tak serta merta sukses diaplikasikan karena banyak kendala, salah satunya mengenai komposisi bahan adonan yang digunakan.
“Hampir dua Minggu, pertama 100 persen pakai kompos daun kering, kita panggang tetap tidak bisa,” kata dia.
Dia bersama tim dari SMP Negeri 30 Kota Malang akhirnya mencari formulasi dengan menghitung takaran pembuatan arang brikomek.
Akhirnya, metode yang tepat adalah mencampurkan pupuk kompos dengan beberapa bahan lainnya, yakni tepung tapioka, arang tempurung kelapa, dan arang sekam.
“Tepung tapioka lima persen, arang tempurung kelapa 30 persen, arang sekam 50 persen, dan kompos daun kering 45 persen,” ujarnya.
Semua bahan itu lalu dicampur menjadi satu di dalam wadah untuk menjadi adonan berwarna hitam dan setelahnya baru dicetak hingga berbentuk tabung menggunakan alat pres khusus.
Alat cetak brikomek juga hasil kreativitas Supriyadi dengan mendaur ulang barang-barang tak terpakai, mulai dari garpu bagian dari rangka sepeda onthel dan pipa air.
Setelah arang dicetak, kemudian dilakukan tahap pengiringan di bawah terik matahari. Jika cuaca panas prosesnya membutuhkan waktu tiga hari.
“Tapi kalau sedang mendung seperti sekarang bisa lima sampai enam hari pengeringannya, karena kami pakai alat sederhana. Kalau di pabrik itu pakai oven, makanya cepat,” ucapnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Laboratorium IPA SMP Negeri 30 Kota Malang ini menyatakan brikomek yang sudah kering tidak langsung digunakan tetapi melalui uji kualitas, caranya dilemparkan ke dinding atau dijatuhkan ke ubin.
“Semakin keras dan tidak pecah itu semakin bagus kualitasnya. Sudah dipakai memasak mie juga,” ujar dia.
Brikomek telah dipamerkan di Malang Creative Center, pada Senin, 11 November 2024.
Pria 50 tahun ini menambahkan bahwa inovasi tersebut bertujuan untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman bagi para anak didiknya tentang energi ramah lingkungan serta menumbuhkan kesadaran terkait upaya pelestarian lingkungan.
“Untuk mengatasi sebuah permasalahan itu tidak bisa hanya teori tetapi praktik. Kalau saya ini kan guru, sehingga upayanya dengan memberikan ilmu ke siswa,” katanya. ( wa/ar)