Lumajang, analisapublik.id– Fenomena pemilih “hantu” — data pemilih yang tidak valid karena orangnya sudah meninggal — kembali mencuat di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Lumajang mengakui bahwa masalah ini selalu menjadi temuan krusial menjelang pemilu, bahkan mereka juga menemukan kejanggalan sebaliknya: warga yang masih hidup justru dianggap meninggal oleh sistem.
Administrator Database Kependudukan Ahli Muda Dispendukcapil Lumajang, Nurul Alfiyah, mengungkapkan temuan tersebut dalam keterangan kepada Bawaslu setempat, Senin.
“Kami memang menemukan data pemilih yang orangnya sudah meninggal tapi masih tercatat aktif,” kata Nurul. Namun, dalam proses Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) triwulan III, Dispendukcapil juga menemukan fenomena yang tidak kalah mengkhawatirkan.
“Jika Bawaslu menemukan data orang meninggal tapi masih aktif, kami justru sebaliknya. Banyak warga yang masih hidup, namun dilaporkan meninggal,” jelasnya. Dampaknya, banyak warga mengeluhkan data mereka tidak bisa diakses karena dianggap sudah meninggal oleh sistem.
Kesadaran Pelaporan Kematian Menjadi Akar Masalah
Nurul Alfiyah menegaskan bahwa akar masalah utama terletak pada rendahnya kesadaran warga melaporkan kematian anggota keluarga. Dispendukcapil hanya dapat menghapus atau mengubah status data jika ada laporan resmi dari pihak keluarga.
“Kami tidak berani mengutak-atik data. Kami mengharapkan ada laporan dari keluarga, bukan hanya RT atau perangkat desa,” tambahnya.
Fenomena ini diperparah oleh kebijakan santunan kematian. Pada tahun 2023, santunan berlaku bagi setiap warga yang meninggal, membuat keluarga berbondong-bondong mengurus akta kematian. Namun, sejak 2024, bantuan tersebut hanya berlaku untuk keluarga miskin, yang berakibat pada penurunan drastis jumlah pengajuan akta kematian.
Dispendukcapil juga kerap mendapati data janggal seperti catatan kelahiran tahun 1930 yang secara hitungan usia seharusnya sudah meninggal dunia. “Tanpa laporan resmi, data itu tetap muncul sebagai pemilih aktif karena pihak keluarga tidak melaporkan kematian yang bersangkutan,” tutup Nurul.
Sebelumnya, Bawaslu Lumajang juga melaporkan banyak temuan pemilih “hantu” saat uji petik pencocokan dan penelitian (coklit) langsung di lapangan, menjadikan masalah ini catatan krusial yang dapat memicu polemik dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu. ( wa/ar)





