analisapublik.id – Pameran Seni Rupa ARTSUBS kembali hadir memeriahkan kancah seni Indonesia di tahun 2025! Ajang seni rupa kontemporer berskala besar ini akan menampilkan ratusan seniman Indonesia dari berbagai medium, mulai dari lukisan hingga seni media baru. ARTSUBS 2025 dijadwalkan berlangsung di Balai Pemuda Surabaya, mulai 2 Agustus hingga 7 September 2025.
Mengusung tema “Material Ways” atau “Jalan Ragam Materi”, pameran ini menyoroti bagaimana material membentuk seni dan cara kita memahami dunia. ARTSUBS bertujuan mendorong imajinasi publik menuju ekosistem kota masa depan yang berkualitas, mencakup pendidikan, budaya, pariwisata, ekonomi kreatif, dan sains.
Didukung Penuh Pemkot Surabaya, Target 2.000 Pengunjung di Pembukaan
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga, serta Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, Fauzie Mustaqiem Yos, menyatakan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mendukung penuh aktivitas para pelaku seni di Kota Pahlawan.
“Silakan manfaatkan fasilitas pemkot di mana saja. Kami akan memfasilitasi dan membantu promosi untuk semua kegiatan kesenian,” ujar Yos, sapaan akrabnya, Kamis (10/7/2025).
Yos menjelaskan, ARTSUBS memasuki tahun kedua penyelenggaraannya. Sebelumnya, pameran ini digelar di Pos Bloc Surabaya. Ia berharap gelaran tahun ini akan lebih sukses dari tahun sebelumnya.
“Pembukaan pada 2 Agustus 2025 akan berlangsung dari siang hingga malam, dengan rencana dibuka oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Seluruh area Balai Pemuda akan difungsikan sebagai ruang pameran. Ditargetkan sekitar 2.000 pengunjung akan hadir pada pembukaan tersebut,” terangnya.
Sebagai acara kedua yang dilaksanakan di Surabaya, ARTSUBS 2025 mengundang masyarakat umum, seniman, mahasiswa, dan pelajar untuk berpartisipasi aktif. “Pameran ini diharapkan menjadi wadah pembelajaran dan pengembangan bagi semua, khususnya bagi para seniman untuk terus berkembang,” tambah Yos.
Semi Ikra Negara, Event Director ARTSUBS, menyampaikan bahwa edisi kedua ini hadir dengan pendekatan yang menggabungkan atmosfer artist fair yang dinamis dengan kedalaman konsep ala biennale.
“Format ini membuka ruang yang lentur bagi praktik seni rupa kontemporer yang terus bergerak dan bereksperimen, yang kali ini ditunjukkan oleh karya-karya dari lebih dari 120 seniman, sejak yang berusia muda hingga yang sudah bereputasi nasional maupun internasional,” kata Semi.
ARTSUBS 2025 dikuratori oleh Nirwan Dewanto dan Asmudjo J. Irianto yang juga mengemban peran sebagai direktur artistik, di bawah kepemimpinan Rambat sebagai Direktur Utama.
“Material Ways, atau Jalan Ragam Materi, demikianlah tema yang kami pasang sekarang, adalah sebuah upaya menghadirkan bagaimana para seniman menggunakan bahan dan medium sebagai bahasa, bukan hanya sebagai alat. Materialitas yang membentuk karya seni tersebut menjadi tanda bagi pergulatan seniman dengan zaman dan lingkungannya,” jelasnya.
Dengan tema ini, ARTSUBS 2025 menyajikan kekayaan seni rupa kontemporer Indonesia. Material Ways adalah sikap terhadap dunia pasca-industri, yaitu tentang bagaimana kita melihat dan memperlakukan kelimpahan materi—dengan seni. Keragaman material dan medium yang digunakan para seniman menciptakan makna baru di tengah keseharian.
“Plastik, gelas, aneka bahan sintetik, hingga limbah dan video, bahkan kinerja AI—semuanya masuk ke dalam seni rupa kontemporer. Dunia virtual dan dunia nyata saling memasuki, melahirkan bentuk-bentuk baru yang mengganggu realitas,” terang Semi.
Di tengah banyaknya produksi materi di berbagai sektor kehidupan, seni rupa kontemporer menyediakan ruang-ruang refleksi atas berbagai masalah yang ditimbulkan oleh super-konsumerisme. Dengan demikian, Material Ways sangat sepadan dengan situasi Surabaya, yakni kota kedua terbesar di Indonesia, yang bergerak laju dengan industrialisasi lanjutan, percepatan ekonomi dan konsumsi.
“ARTSUBS 2025 juga menghadirkan media baru seperti video dan teknologi augmented reality, menciptakan percakapan antara bentuk-bentuk konvensional dan yang berbasis teknologi. Di tengah dunia yang serba-digital, muncul kerinduan terhadap sesuatu yang nyata dan buatan tangan. Sentuhan manusia, tangibility, menjadi penting, karena ia membawa emosi, ketidaksempurnaan, dan keaslian yang tidak bisa digantikan mesin dan algoritma,” pungkasnya. (Res)











