EkbisGaya HidupHeadline

Jagong Budaya di Punden Joko Taruno: Menguak Sejarah dari Kolonial hingga Kerajaan

342
×

Jagong Budaya di Punden Joko Taruno: Menguak Sejarah dari Kolonial hingga Kerajaan

Sebarkan artikel ini

Surabaya, analisapublik – Sebuah acara bertajuk “Jagong Budaya” dengan tema “Menguak Punden dari Masa Kolonial sampai Masa Kerajaan” telah sukses diselenggarakan pada Kamis malam (6/6/2025). Bertempat di depan Punden Joko Taruno, Jalan Embong Blimbing, tepatnya di depan Koramil 0832/02 Genteng Surabaya, acara ini menarik perhatian berbagai kalangan.

Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh, antara lain Mbah Ji selaku Juru Kunci Punden, Edi penasehat Ketua RW V Wonorejo 3 Tegalsari Surabaya yang dikenal peduli sejarah dan budaya nusantara, serta beberapa aktivis dan pecinta budaya lokal.

Dalam sambutannya, WW sebagai penggagas kegiatan Jagong Budaya, menyampaikan apresiasi mendalam kepada semua pihak yang telah meluangkan waktu untuk hadir. Ia juga secara khusus mengucapkan terima kasih kepada TP Wijaya, seorang pemerhati sejarah dan budaya Surabaya, yang bersedia meluruskan informasi sejarah yang sempat dibelokkan pada masa kolonial Belanda. “Ini berdasarkan bukti, bukan hanya pengakuan seseorang bahwa di sini dulu ada makam leluhur saya, tapi tidak mau merawatnya. Itu aneh namanya,” tegas WW.

“Senang sekali bisa bertemu Mas TP Wijaya yang selama ini super sibuk, namun di sela-sela kesibukannya mau hadir atas undangan kami,” imbuhnya.

Mbah Ji, Juru Kunci Punden Joko Taruno, menyatakan kebahagiaannya jika Punden Joko Taruno dapat menjadi pusat berkumpulnya para pelaku dan pecinta sejarah. “Semoga bangsa ini mau peduli terhadap jejak peninggalannya,” harap Mbah Ji. Ia juga mempersilakan lokasi tersebut digunakan untuk diskusi dan kegiatan yang bermanfaat. “Monggo, tempat ini bisa digunakan untuk diskusi dan jagongan yang ada isinya,” ajaknya.

Sementara itu, TP Wijaya mendorong masyarakat untuk segera menghubunginya apabila menemukan benda bersejarah. “Agar bisa saya teruskan ke dinas terkait untuk dipugar atau dijadikan Cagar Budaya, supaya tempat sejarah di Indonesia tidak hilang. Kalau bukan dari diri kita, siapa lagi, karena pemerintah banyak urusannya,” jelasnya.

Mengutip ungkapan Proklamator Bung Karno, TP Wijaya menutup acara dengan pernyataan yang menggugah: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya.” Ia menekankan pentingnya mengimplementasikan nilai-nilai sejarah dalam kehidupan sehari-hari. ( wa/edy)